KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah
SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul: “BID’AH, KHURAFAT DAN TAHAYUL”
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan
makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Allah SWT. dan tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat
dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan
makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara
penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan
dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh
karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima
masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya tim penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Di era globalisasi yang telah maju dalam segala
bidang terutama di bidang IPTEK ini,
masih saja manusia dihadapi dengan masalah krisis, seperti krisis moneter,
krisis pangan, krisis bahan bakar dan yang patut kita renungkan adalah krisis
iman yang merupakan penyebab manusia menyimpang dari ketauhidan. Krisis iman
dikarenakan kurangnya nutrisi rohani serta kurangnya fungsi tauhid dalam
kehidupan sehari-hari manusia. Kebanyakan manusia hanya mementingkan
kepentingan dunia dibanding kepentingan akhirat. Sehingga yang terealisasi
hanyalah sifat-sifat manusia yang berbau duniawi, seperti hedonism, fashionism,
kepuasan hawa nafsu, dan lain-lain. Hanya sedikit manusia yang dapat
memanfaatkan fungsi dan menempatkan peran tauhid secara benar. Padahal, jika,
masyarakat modern saat ini menempatkan tauhid dalam kehidupan sehari-harinya,
InsyaAllah, akan tercipta masyarakat yang damai, aman, dan terjauh dari
sifat-sifat tercela, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, penipuan, dan
tindakan-tindakan yang melanggar hukum agama, maupun hukum perdata dan pidana
Negara yang sedang marak melanda di Negara kita Indonesia.
Pada dasarnya manusia dari sejak lahir berada
dalam fitrahnya yaitu, bertauhid. Namun sesuai perkembangan lingkungan dan
orang tuanyalah yang menentukan selanjutnya. Banyak orang yang beriman namun
tanpa didasari pengetahuan yang memadai. Mereka beribadah namun ada saja yang
masih menyimpang dari ketauhidan.
Berangkat dari uraian diatas kami berupaya untuk menjelaskan
mengenai hal-hal yang menyimpang dari ketauhidan yang kita kenal dengan istilah
Tahayul, Bid`ah dan Churafat yang
banyak melanda umat manusia. Sebagai umat Muslim kita harus paham dan waspada
terhadap 3 hal tersebut agar kita tidak melakukan ibadah yang sia-sia apalagi
sampai menyimpang dari ketauhidan dan agar kita selamat di dunia maupun di
akherat nanti.
CHAPTER II
PEMBAHASAN
2.1. Bid’ah
Arti
bid’ah menurut bahasa ialah segala macam apa saja yang baru, atau mengadakan
sesuatu yang tidak berdasarkan contoh yang sudah ada. Sedangkan arti bid’ah
secara istilah adalah mengada-adakan sesuatu dalam agama Islam yang tidak
dijumpai keteranganya dalam al-Qur’an dan al-Sunnah.
2.1.1.
Macam-macam bid’ah
Bila dilihat dari segi ushul fikih
(kaidah-kaidah hukum Islam) bid’ah dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1.
Bid’ah dalam ibadah saja, yaitu segala sesuatu
yang diada-adakan dalam soal ibadah kepada Allah swt yang tidak ada contohnya
sama sekali dari rasulullah baik dengan cara mengurangi atau menambah-nambah
aturan yang sudah ada.
2.
Bid’ah
meliputi segala urusan yang sengaja diada-adakan dalam agama, baik yang
berkaitan dengan urusan ibadah, aqidah maupun adat. Perbuatan yang diada-adakan
itu seakan-akan urusan agama, yang dipandang menyamai syari’at Islam, sehingga
mengerjakanya sama dengan mengerjakan agama itu sendiri.
Macam-Macam
Bid’ahyang lain :
1.
Bid’ah
Qouliyah I’tiqodiyah: bid’ah yang bersifat pemikiran dan akidah.
Contoh: Pernyataan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari Nabi Muhammad SAW.
2.
Bid’ah
fil ‘Ibaadah :
a.
bid’ah
fie ushulil ‘ibadah (membuat ibadah yang tidak ada dasar dalam syariat :
sholat/puasa tertentu di luar syariat, perayaan-perayaan dsb.)
b.
bid’ah
fie ziaadatil ‘ibaadah (menambahkan sesuatu pada ibadah yang telah disyariatkan
: menambah rakaat sholat dll).
c.
bid’ah dalam pelaksanaan ibadah yang
disyariatkan sehingga tidak sesuai dengan anjuran atau sunnah Nabi :
dzikir bersama dengan suara keras/merdu; memperketat diri dalam suatu ibadah
sampai keluar dari batas sunnah.
d.
bid’ah dengan mengkhususkan waktu tertentu
dalam melaksanakan ibadah yang disyariatkan: puasa dan tahajjud nisfu sya’ban.
Semua bentuk bid’ah di atas sangat tercela dan
tidak boleh dilakukan. Aisyah ra menyebutkan bahwa Rasulullah saw pernah
berabda: “Barang siapa mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama, maka ia
ditolak, tidak diterima, dan bid’ah namanya” (HR Bukhari dan Muslim). Dalam
kesempatan lain Rasulullah saw berkhutbah di atas mimbar dan bersabda: “Amma
ba’du, sesungguhnya sebenar-benar keterangan ialah kitab allah dan sebaik-baik
pedoman ialah pedoman Muhammad dan sejelek-jelek urusan adalah hal-hal yang
baru, itulah yang disebut bid’ah dan segala bid’ah itu sesat’. Oleh Imam
Nasa’i ditambah “dan segala yang sesat itu di neraka”. (HR Muslim
riwayat dari jabir bin Abdullah).
2.2.
Khurafat
Kata khurafat berasal dari bahasa arab: al-khurafat
yang berarti dongeng, legenda, kisah, cerita bohong, asumsi, dugaan,
kepercayaan dan keyakinan yang tidak masuk akal, atau akidah yang tidak benar.
Mengingat dongeng, cerita, kisah dan hal-hal yang tidak masuk akal di atas
umumnya menarik dan mempesona, maka khurafat juga disebut “al-hadis
al-mustamlah min al-kidb”, cerita bohong yang menarik dan mempesona.
Sedangkan secara istilah, khurafat adalah suatu
kepercayaan, keyakinan, pandangan dan ajaran yang sesungguhnya tidak memiliki
dasar dari agama tetapi diyakini bahwa hal tersebut berasal dan memiliki dasar
dari agama. Dengan demikian, bagi umat Islam, ajaran atau pandangan,
kepercayaan dan keyakinan apa saja yang dipastikan ketidakbenaranya atau yang jelas-jelas
bertentangan dengan ajaran al-Qur’an dan Hadis nabi, dimasukan dalam kategori
khurafat.
2.2.1.
Asal usul Khurafat
Menurut Ibn Kalabi, awal cerita khurafat ini
berasal dari Bani ‘Udrah atau yang lebih popular dikenal dengna Bani Juhainah.
Suatu ketika ada salah seorang dari Bani Juhainah ini pulang ke kampung
halamannya. Kedatangannya mengundang banyak anggota bani Juhainah untuk datang
sekedar melihatnya karena sudah lama tak pulang kampung. Ketika banyak orang
berkerumun untuk mengunjunginya, ia banyak bercerita tentang banyak hal yang
ada kaitanya dengan wilayah keagamaan, seperti yang pernah ia lihat dan ia
rasakan selema kepergianya. Cerita-cerita yang dikemukakan, memang sulit
diterima oleh akal, namun cerita yang disampaikan sungguh amat mempesona para
hadirin yang mendengarnya.
Meskipun cerita itu tidak bisa diterima oleh
akal, namun tidak sedikit di antara hadirin yang mendengarkan secara seksama,
meskipun secara diam-diam mereka mencoba merenungkan kebenarannya. Setibanya di
rumah masing-masing, mereka mendiskusikan cerita tersebut dengan sanak keluarga
dan tetangga terdekat. Akhirnya cerita-ceruita itu berkembang dan tersebar di
seluruh masyarakat bani Juhainah. Dalam perkembangannya kemudian, cerita-cerita
yang tak masuk akal dan tidak didasarkan pada sumber al-Qur’an maupun Sunnah
itu, oleh masyarakat dianggap sebagai sebuah cerita bernilai religius dan
mempunyai dasar dari agama.
Khurafat ini berkembang dengan pesat seirama
dengan pembudayaan apa yang disebut dengan taklidisme (ajaran yang
bersikap ikut-ikutan). Dengan bersikap taklid, tanpa mengembangkan sikap kritis
dalam menerima kebenaran cerita, pendapat, fatwa dan sejenisnya yang berkaitan
dengan wilayah keagamaan, akan menimbulkan bentuk-bentuk perbuatan yang
menyimpang dari ajaran Islam. sikap kritis yang dibutuhkan adalah melihat
sejauhmana cerita, pendapat, fatwa, dan sejenisnya itu disimpulkan dari sumber
Islam yang otentik. Jika sikap ini tidak dikembangkan, maka munculnya
penyimpangan dari ajaran Islam tampaknya tidak terhindarkan lagi.
Khurafat, seperti disebutkan di atas, banyak
ditemukan dalam masyarakat kita dalam semua bidang kehidupan manusia. Khurafat
tidak hanya menyangkut sesuatu (benda) yang dianggap mempunyai legitimasi
Islam, tetapi juga menyangkut diri manusia sendiri, yang kesemuanya diyakini
mempunyai dan memiliki kekuatan magis padahal yang mempunyai kekuatan seperti
itu hanya Allah semata. Contoh khurafat yang popular di Indonesia, misalnya
tentang kewalian dan kekeramatan seseorang. Cerita yang dikategorikan khurafat yang
sampai saat ini masih berkembang di masyarakat, misalnya tentang Syaikh Abdul
Qadir Jailani, adalah kepiawaiannya berduel dengan malaikat. Dalam duel itu,
Abdul Qadir Jailani dikisahkan mampu memenangkan duel. Kisah duel antara Abdul
Qadir jailan dan malaikat ini bermula dari pencabutan nyawa seseorang. Kematian
ini memunculkan rasa iba dalam diri Abdul Qadur Jailani terhadap yang
ditinggalkanya. Rasa iba ini menggerekan hatinya untuk mencoba berdialog dengan
malaikat yang mencabut nyawa tadi, agar seorang yang dicabut nyawanya tersebut
dapat dianulir mengingat keluarganya amat terpukul dengan kematianya. Upaya
dialog Abdul Qadir Jailani sebagai jalan terakhir untuk mengembalikan orang
yang mati tadi tidak membuahkan hasil. Akhirnya terjadilah duel, dan dalam duel
tersebut dimenangkan oleh Abdul Qadir Jailani. Kekalahan malaikat ini
mengharuskannya untuk mengembalikan nyawa kepada yang telah dicabut nyawanya
tadi. Akhirnya hiduplah kembali orang tersebut, dan kembalinya orang ini sangat
membahagiakan keluarganya.
2.2.2.
Bentuk-bentuk Khurafat
Djarnawi hadikusuma, dalam salah satu bukunya “Ahlus
Sunnah wal Jama’ah, Bid’ah dan Khurafat”, menjelaskan beberapa perilaku
yang bisa dikategorikan sebagai perbuatan khurafat, yaitu:
1.
Mempercayai bahwa berjabat tangan dengan orang
yang pernah berjabat tangan dengan orang yang secara berantai sampai kepada
orang yang pernah berjabat tangan dengan Rasulullah akan masuk surga.
2.
Mendapatkan barakah dengan mencucup tangan para
ulama. Demikian itu dikerjakan dengan kepercayaan bahwa berkah Allah kepada
ulama itu akan berlimpah kepadanya.
3.
Mempercayai beberapa ulama tertentu itu keramat
serta menjadi kekasih Allah sehingga terjaga dari berbuat dosa. Andakata pun
berbuat dosa, maka sekedar sengaja diperbuatnya untuk menyembunyikan kesucianya
tidak dengan niat maksiat.
4.
Memakai ayat-ayat al-Qur’an untuk azimat
menolak bala’, pengasihan dan sebagainya.
5.
Mengambil wasilah (perantara) orang yang
telah mati untuk mendo’a kepada Allah. Mereka berziarah ke kuburan para wali
dan ulama besar serta memohon kepada Allah agar do’a (permohonan) orang yang
berziarah kuburnya itu dikabulkan. Ada yang memohon dapat jodoh, anak, rizki,
pangkat, keselamatan dunia akhirat dan sebagainya. Mereka percaya dengan syafa’at
(pertolongan) arwah para wali dan ulama itu, permohonan atau doa mesti
dikabulkan Allah karena wali dan ulama itu kekasih-nya.
2.3. Tahayul
Kata tahayul berasal dari bahasa Arab, al-tahayul
yang bermakna reka-rekaan, persangkaan, dan khayalan. Sementara secara istilah,
tahayul adalah kepercayaan terhadap perkara ghaib, yang kepercayaan itu hanya
didasarkan pada kecerdikan akal, bukan didasarkan pada sumber Islam, baik
al-Qur’an maupun al-hadis.
Bila ditengok ke masa lampau, di berbagai
negara, khusus timur tengah, kepercayaan model tahayul ini pernah berkembang
pesat. Pada zaman Persi misalnya, sudah ada agama zoroaster. Menurut agama ini,
ada Tuhan baik dan Tuhan buruk (jahat). Api dilambangkan sebagai Tuhan yang
baik. Sedang angin topan dilambangkan sebagai Tuhan yang jahat. Kepercayaan ini
berkembang dengan keharusan untuk menghormatinya, yang kemudian diwujudkan
dengan sajian atau dengan penyembahan melalui cara tertentu terhadap sesuatu yang
menjadi pujaanya yang dirasa mempunyai kekuatan tertentu.
Di Indonesia, tahayul berkembang dan menyebar
dengan mudah, tidak bisa dilepaskan dari pengaruh agama dan kepercayaan lama.
Adanya beberapa bencana alam menimbulkan korban menjadikan manusia berfikir
untuk selalu baik dan menyantuni alam yang direalisasikan dalam suatu bentuk
pemujaan dengan harapan bahwa sang alam tidak akan marah dan mengamuk lagi.
Kepercayaan animisme dan dinamisme merupakan suatu aliran kepercayaan yang
ditimbulkan dari keadaan di atas, seperti kepercayaan pada pohon besar, atau
keris yang dianggap mempunyai kekuatan tertentu atau benda-benda lainya.
Kepercayaan kepercayaan itu terus berlanjut dan berkembang bersama perkembangan
kerajaan-kerajaan Hindu yang menggunakan mistik (kebatinan) sebagai salah satu
aliranya.
CHAPTER III
KESIMPULAN
Setelah membaca dan
menganalisis makna tauhid, pembagian tauhid, arti pentingnya mempelajari
tauhid, dan kewajiban bertauhid,kami dapat menarik kesimpulan bahwa:
a. Kewajiban
manusia hanya menyembah kepada Allah SWT saja.
b. Sesungguhnya
tauhid tertanam pada jiwa manusia secara fitrah. Namun sesuai perkembangan
lingkungan dan orang tuanyalah yang menentukan selanjutnya.
c. Aplikasi Tauhid bahwasanya berilmu dan
mengetahui serta mengenal tauhid itu adalah kewajiban yang paling pokok &
utama sebelum mengenal yang lainnya serta beramal (karena suatu amalan itu
akan di terima jika tauhidnya benar).
d. Disebabkan
banyaknya orang beramal namun tanpa didasari pengetahuan agama yang memadai,
maka sangatlah penting memahami ajaran agama sesuai tuntunan Al Qur`an dan Hadist.
e. Sebab terkangkit penyakit TBC (Tahayul, Bid`ah
dan Churafat) karena kurangnya pemahaman agama.
f.
Memberantas bid'ah lebih sulit daripada
memberantas kemaksiatan, karena pelaku maksiat sebenarnya menyadari bahwa yang
dilakukannya salah, sedangkan ahli bid'ah merasa yang dilakukannya benar. Sebenar-benar
perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara ialah perkara yang
diada-adakan (dalam agama), dan setiap perkara yang diada-adakan (dalam
agama) ialah bid’ah, sedang setiap bid’ah itu sesat dan setiap yang sesat itu
di Neraka
g. Mengembalikan
ajaran Islam kepada unsur aslinya, dengan bersumberkan Al-Qur’an dan Hadist,
dan membuang segala Tahayul, Bid`ah dan Churafat.
DAFTAR PUSTAKA
https://docs.google.com/file/d/0B89sLDwW_ulzX3JnTV9rVGk2ZlE/edit?usp=drive_web&pli=1
http://ushuluddinsh.blogspot.com/2011/03/penyakit-tbc-tahayul-bidah-dan-khurafat.html
http://ghoffar.staff.umy.ac.id/?p=107
http://lindaintang2.blogspot.com/2014/04/tahayul-bidah-dan-khurafat-tbc.html
Ditulis panjang tapi ternyata menyesatkan. Baca nih:
BalasHapusPengertian Ghuluw dan Bantahan Wahabi Tentang Pujian Berlebihan Kepada Nabi