Rabu, 08 April 2015

AIK (BID'AH, KHURAFAT, DAN TAHAYUL)




KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul:  “BID’AH, KHURAFAT DAN TAHAYUL”
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Allah SWT. dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

                                                                                                            Penulis




BAB I
PENDAHULUAN
Di era globalisasi yang telah maju dalam segala bidang terutama di bidang IPTEK ini, masih saja manusia dihadapi dengan masalah krisis, seperti krisis moneter, krisis pangan, krisis bahan bakar dan yang patut kita renungkan adalah krisis iman yang merupakan penyebab manusia menyimpang dari ketauhidan. Krisis iman dikarenakan kurangnya nutrisi rohani serta kurangnya fungsi tauhid dalam kehidupan sehari-hari manusia. Kebanyakan manusia hanya mementingkan kepentingan dunia dibanding kepentingan akhirat. Sehingga yang terealisasi hanyalah sifat-sifat manusia yang berbau duniawi, seperti hedonism, fashionism, kepuasan hawa nafsu, dan lain-lain. Hanya sedikit manusia yang dapat memanfaatkan fungsi dan menempatkan peran tauhid secara benar. Padahal, jika, masyarakat modern saat ini menempatkan tauhid dalam kehidupan sehari-harinya, InsyaAllah, akan tercipta masyarakat yang damai, aman, dan terjauh dari sifat-sifat tercela, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, penipuan, dan tindakan-tindakan yang melanggar hukum agama, maupun hukum perdata dan pidana Negara yang sedang marak melanda di Negara kita Indonesia.
Pada dasarnya manusia dari sejak lahir berada dalam fitrahnya yaitu, bertauhid. Namun sesuai perkembangan lingkungan dan orang tuanyalah yang menentukan selanjutnya. Banyak orang yang beriman namun tanpa didasari pengetahuan yang memadai. Mereka beribadah namun ada saja yang masih menyimpang dari ketauhidan.
Berangkat dari uraian diatas kami berupaya untuk menjelaskan mengenai hal-hal yang menyimpang dari ketauhidan yang kita kenal dengan istilah Tahayul, Bid`ah dan Churafat yang banyak melanda umat manusia. Sebagai umat Muslim kita harus paham dan waspada terhadap 3 hal tersebut agar kita tidak melakukan ibadah yang sia-sia apalagi sampai menyimpang dari ketauhidan dan agar kita selamat di dunia maupun di akherat nanti.
CHAPTER II
PEMBAHASAN
2.1.      Bid’ah
Arti bid’ah menurut bahasa ialah segala macam apa saja yang baru, atau mengadakan sesuatu yang tidak berdasarkan contoh yang sudah ada. Sedangkan arti bid’ah secara istilah adalah mengada-adakan sesuatu dalam agama Islam yang tidak dijumpai keteranganya dalam al-Qur’an dan al-Sunnah.
2.1.1.      Macam-macam bid’ah
Bila dilihat dari segi ushul fikih (kaidah-kaidah hukum Islam) bid’ah dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1.      Bid’ah dalam ibadah saja, yaitu segala sesuatu yang diada-adakan dalam soal ibadah kepada Allah swt yang tidak ada contohnya sama sekali dari rasulullah baik dengan cara mengurangi atau menambah-nambah aturan yang sudah ada.
2.       Bid’ah meliputi segala urusan yang sengaja diada-adakan dalam agama, baik yang berkaitan dengan urusan ibadah, aqidah maupun adat. Perbuatan yang diada-adakan itu seakan-akan urusan agama, yang dipandang menyamai syari’at Islam, sehingga mengerjakanya sama dengan mengerjakan agama itu sendiri.
Macam-Macam Bid’ahyang lain  :     
1.       Bid’ah Qouliyah I’tiqodiyah: bid’ah yang  bersifat pemikiran dan akidah.  Contoh: Pernyataan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari Nabi Muhammad SAW.
2.       Bid’ah fil ‘Ibaadah :        
a.       bid’ah fie ushulil ‘ibadah (membuat ibadah yang tidak ada dasar dalam syariat : sholat/puasa tertentu di luar syariat, perayaan-perayaan dsb.)
b.      bid’ah fie ziaadatil ‘ibaadah (menambahkan sesuatu pada ibadah yang telah disyariatkan : menambah rakaat sholat dll).
c.        bid’ah dalam pelaksanaan ibadah yang disyariatkan sehingga  tidak sesuai dengan anjuran atau sunnah Nabi : dzikir bersama dengan suara keras/merdu; memperketat diri dalam suatu ibadah sampai keluar dari batas sunnah.
d.       bid’ah dengan mengkhususkan waktu tertentu dalam melaksanakan ibadah yang disyariatkan: puasa dan tahajjud nisfu sya’ban.
Semua bentuk bid’ah di atas sangat tercela dan tidak boleh dilakukan. Aisyah ra menyebutkan bahwa Rasulullah saw pernah berabda: “Barang siapa mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama, maka ia ditolak, tidak diterima, dan bid’ah namanya” (HR Bukhari dan Muslim). Dalam kesempatan lain Rasulullah saw berkhutbah di atas mimbar dan bersabda: “Amma ba’du, sesungguhnya sebenar-benar keterangan ialah kitab allah dan sebaik-baik pedoman ialah pedoman Muhammad dan sejelek-jelek urusan adalah hal-hal yang baru, itulah yang disebut bid’ah dan segala bid’ah itu sesat’. Oleh Imam Nasa’i ditambah “dan segala yang sesat itu di neraka”. (HR Muslim riwayat dari jabir bin Abdullah).
2.2.            Khurafat
Kata khurafat berasal dari bahasa arab: al-khurafat yang berarti dongeng, legenda, kisah, cerita bohong, asumsi, dugaan, kepercayaan dan keyakinan yang tidak masuk akal, atau akidah yang tidak benar. Mengingat dongeng, cerita, kisah dan hal-hal yang tidak masuk akal di atas umumnya menarik dan mempesona, maka khurafat juga disebut “al-hadis al-mustamlah min al-kidb”, cerita bohong yang menarik dan mempesona.
Sedangkan secara istilah, khurafat adalah suatu kepercayaan, keyakinan, pandangan dan ajaran yang sesungguhnya tidak memiliki dasar dari agama tetapi diyakini bahwa hal tersebut berasal dan memiliki dasar dari agama. Dengan demikian, bagi umat Islam, ajaran atau pandangan, kepercayaan dan keyakinan apa saja yang dipastikan ketidakbenaranya atau yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran al-Qur’an dan Hadis nabi, dimasukan dalam kategori khurafat.
2.2.1.      Asal usul Khurafat
Menurut Ibn Kalabi, awal cerita khurafat ini berasal dari Bani ‘Udrah atau yang lebih popular dikenal dengna Bani Juhainah. Suatu ketika ada salah seorang dari Bani Juhainah ini pulang ke kampung halamannya. Kedatangannya mengundang banyak anggota bani Juhainah untuk datang sekedar melihatnya karena sudah lama tak pulang kampung. Ketika banyak orang berkerumun untuk mengunjunginya, ia banyak bercerita tentang banyak hal yang ada kaitanya dengan wilayah keagamaan, seperti yang pernah ia lihat dan ia rasakan selema kepergianya. Cerita-cerita yang dikemukakan, memang sulit diterima oleh akal, namun cerita yang disampaikan sungguh amat mempesona para hadirin yang mendengarnya.
Meskipun cerita itu tidak bisa diterima oleh akal, namun tidak sedikit di antara hadirin yang mendengarkan secara seksama, meskipun secara diam-diam mereka mencoba merenungkan kebenarannya. Setibanya di rumah masing-masing, mereka mendiskusikan cerita tersebut dengan sanak keluarga dan tetangga terdekat. Akhirnya cerita-ceruita itu berkembang dan tersebar di seluruh masyarakat bani Juhainah. Dalam perkembangannya kemudian, cerita-cerita yang tak masuk akal dan tidak didasarkan pada sumber al-Qur’an maupun Sunnah itu, oleh masyarakat dianggap sebagai sebuah cerita bernilai religius dan mempunyai dasar dari agama.
Khurafat ini berkembang dengan pesat seirama dengan pembudayaan apa yang disebut dengan taklidisme (ajaran yang bersikap ikut-ikutan). Dengan bersikap taklid, tanpa mengembangkan sikap kritis dalam menerima kebenaran cerita, pendapat, fatwa dan sejenisnya yang berkaitan dengan wilayah keagamaan, akan menimbulkan bentuk-bentuk perbuatan yang menyimpang dari ajaran Islam. sikap kritis yang dibutuhkan adalah melihat sejauhmana cerita, pendapat, fatwa, dan sejenisnya itu disimpulkan dari sumber Islam yang otentik. Jika sikap ini tidak dikembangkan, maka munculnya penyimpangan dari ajaran Islam tampaknya tidak terhindarkan lagi.
Khurafat, seperti disebutkan di atas, banyak ditemukan dalam masyarakat kita dalam semua bidang kehidupan manusia. Khurafat tidak hanya menyangkut sesuatu (benda) yang dianggap mempunyai legitimasi Islam, tetapi juga menyangkut diri manusia sendiri, yang kesemuanya diyakini mempunyai dan memiliki kekuatan magis padahal yang mempunyai kekuatan seperti itu hanya Allah semata. Contoh khurafat yang popular di Indonesia, misalnya tentang kewalian dan kekeramatan seseorang. Cerita yang dikategorikan khurafat yang sampai saat ini masih berkembang di masyarakat, misalnya tentang Syaikh Abdul Qadir Jailani, adalah kepiawaiannya berduel dengan malaikat. Dalam duel itu, Abdul Qadir Jailani dikisahkan mampu memenangkan duel. Kisah duel antara Abdul Qadir jailan dan malaikat ini bermula dari pencabutan nyawa seseorang. Kematian ini memunculkan rasa iba dalam diri Abdul Qadur Jailani terhadap yang ditinggalkanya. Rasa iba ini menggerekan hatinya untuk mencoba berdialog dengan malaikat yang mencabut nyawa tadi, agar seorang yang dicabut nyawanya tersebut dapat dianulir mengingat keluarganya amat terpukul dengan kematianya. Upaya dialog Abdul Qadir Jailani sebagai jalan terakhir untuk mengembalikan orang yang mati tadi tidak membuahkan hasil. Akhirnya terjadilah duel, dan dalam duel tersebut dimenangkan oleh Abdul Qadir Jailani. Kekalahan malaikat ini mengharuskannya untuk mengembalikan nyawa kepada yang telah dicabut nyawanya tadi. Akhirnya hiduplah kembali orang tersebut, dan kembalinya orang ini sangat membahagiakan keluarganya.
2.2.2.       Bentuk-bentuk Khurafat
Djarnawi hadikusuma, dalam salah satu bukunya “Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Bid’ah dan Khurafat”, menjelaskan beberapa perilaku yang bisa dikategorikan sebagai perbuatan khurafat, yaitu:
1.      Mempercayai bahwa berjabat tangan dengan orang yang pernah berjabat tangan dengan orang yang secara berantai sampai kepada orang yang pernah berjabat tangan dengan Rasulullah akan masuk surga.
2.      Mendapatkan barakah dengan mencucup tangan para ulama. Demikian itu dikerjakan dengan kepercayaan bahwa berkah Allah kepada ulama itu akan berlimpah kepadanya.
3.      Mempercayai beberapa ulama tertentu itu keramat serta menjadi kekasih Allah sehingga terjaga dari berbuat dosa. Andakata pun berbuat dosa, maka sekedar sengaja diperbuatnya untuk menyembunyikan kesucianya tidak dengan niat maksiat.
4.      Memakai ayat-ayat al-Qur’an untuk azimat menolak bala’, pengasihan dan sebagainya.

5.      Mengambil wasilah (perantara) orang yang telah mati untuk mendo’a kepada Allah. Mereka berziarah ke kuburan para wali dan ulama besar serta memohon kepada Allah agar do’a (permohonan) orang yang berziarah kuburnya itu dikabulkan. Ada yang memohon dapat jodoh, anak, rizki, pangkat, keselamatan dunia akhirat dan sebagainya. Mereka percaya dengan syafa’at (pertolongan) arwah para wali dan ulama itu, permohonan atau doa mesti dikabulkan Allah karena wali dan ulama itu kekasih-nya.

2.3. Tahayul
Kata tahayul berasal dari bahasa Arab, al-tahayul yang bermakna reka-rekaan, persangkaan, dan khayalan. Sementara secara istilah, tahayul adalah kepercayaan terhadap perkara ghaib, yang kepercayaan itu hanya didasarkan pada kecerdikan akal, bukan didasarkan pada sumber Islam, baik al-Qur’an maupun al-hadis.
Bila ditengok ke masa lampau, di berbagai negara, khusus timur tengah, kepercayaan model tahayul ini pernah berkembang pesat. Pada zaman Persi misalnya, sudah ada agama zoroaster. Menurut agama ini, ada Tuhan baik dan Tuhan buruk (jahat). Api dilambangkan sebagai Tuhan yang baik. Sedang angin topan dilambangkan sebagai Tuhan yang jahat. Kepercayaan ini berkembang dengan keharusan untuk menghormatinya, yang kemudian diwujudkan dengan sajian atau dengan penyembahan melalui cara tertentu terhadap sesuatu yang menjadi pujaanya yang dirasa mempunyai kekuatan tertentu.
Di Indonesia, tahayul berkembang dan menyebar dengan mudah, tidak bisa dilepaskan dari pengaruh agama dan kepercayaan lama. Adanya beberapa bencana alam menimbulkan korban menjadikan manusia berfikir untuk selalu baik dan menyantuni alam yang direalisasikan dalam suatu bentuk pemujaan dengan harapan bahwa sang alam tidak akan marah dan mengamuk lagi. Kepercayaan animisme dan dinamisme merupakan suatu aliran kepercayaan yang ditimbulkan dari keadaan di atas, seperti kepercayaan pada pohon besar, atau keris yang dianggap mempunyai kekuatan tertentu atau benda-benda lainya. Kepercayaan kepercayaan itu terus berlanjut dan berkembang bersama perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu yang menggunakan mistik (kebatinan) sebagai salah satu aliranya.








CHAPTER III
KESIMPULAN
                  Setelah membaca dan menganalisis makna tauhid, pembagian tauhid, arti pentingnya mempelajari tauhid, dan kewajiban bertauhid,kami dapat menarik kesimpulan bahwa:
a.       Kewajiban manusia hanya menyembah kepada Allah SWT saja.
b.      Sesungguhnya tauhid tertanam pada jiwa manusia secara fitrah. Namun sesuai perkembangan lingkungan dan orang tuanyalah yang menentukan selanjutnya. 
c.        Aplikasi Tauhid bahwasanya berilmu dan mengetahui serta mengenal tauhid itu adalah kewajiban yang paling pokok & utama sebelum mengenal yang lainnya serta beramal (karena suatu amalan itu akan di terima jika tauhidnya  benar).
d.      Disebabkan banyaknya orang beramal namun tanpa didasari pengetahuan agama yang memadai, maka sangatlah penting memahami ajaran agama sesuai tuntunan  Al Qur`an dan Hadist.
e.       Sebab terkangkit penyakit TBC (Tahayul, Bid`ah dan Churafat) karena kurangnya pemahaman agama.
f.        Memberantas bid'ah lebih sulit daripada memberantas kemaksiatan, karena pelaku maksiat sebenarnya menyadari bahwa yang dilakukannya salah, sedangkan ahli bid'ah merasa yang dilakukannya benar. Sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara ialah perkara yang diada-adakan (dalam agama), dan setiap perkara yang diada-adakan (dalam agama) ialah bid’ah, sedang setiap bid’ah itu sesat dan setiap yang sesat itu di Neraka
g.       Mengembalikan ajaran Islam kepada unsur aslinya, dengan bersumberkan Al-Qur’an dan Hadist, dan membuang segala Tahayul, Bid`ah dan Churafat.  

















DAFTAR PUSTAKA
https://docs.google.com/file/d/0B89sLDwW_ulzX3JnTV9rVGk2ZlE/edit?usp=drive_web&pli=1
http://ushuluddinsh.blogspot.com/2011/03/penyakit-tbc-tahayul-bidah-dan-khurafat.html
http://ghoffar.staff.umy.ac.id/?p=107
http://lindaintang2.blogspot.com/2014/04/tahayul-bidah-dan-khurafat-tbc.html


1 komentar: